Assalamu Alaikum,  lulluare...!   |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Budaya Menenun Sarung Sutera Mandar

Written By ian on Kamis, 25 Juni 2015 | 07.17



Menenun sarung sutera bagi orang-orang Mandar di Sulawesi Barat sudah menjadi kebiasaan atau tradisi yang diwariskan turun temurun, biasanya kaum wanita yang melakukan aktivitas ini, anak-anak-remaja, gadis, hingga perempuan dewasa menenun untaian benang sutera yang kemudian digabungkan hingga menjadi satu kain berukuran besar yang dapat dijahit dan dijadikan sarung. Aktivitas menenun dilakukan para gadis-gadis di suku ini ketika berada di rumah untuk mengisi kekosongan kegiatan, para gadis muda biasanya menenun untuk mengisi waktu saat siang hari, ada juga perempuan dewasa yang melakoni kegiatan ini untuk alasan motif ekonomi, mencari tambahan penghasilan bagi keluarga.

Aktivitas menenun bagi perempuan di Mandar, Sulbar adalah bentuk kerjasama yang baik antara suami dan istri, orang-orang Mandar banyak dikenal memiliki profesi sebagai nelayan, ketika sang suami pergi melaut, maka sang istri akan menunggu suami kembali dari laut, untuk mengisi waktu mereka kadang membuat sarung sutera yang ditenun secara tradisional, menggunakan alat tenun manual yang dipesan pada pembuat perangkat tenun. Siang hingga sore hari adalah waktu yang banyak digunakan para perempuan sebagai masa untuk menenun sarung, biasanya mereka melakukannya di kolong-kolong rumah panggung, rumah tradisional orang-orang Mandar banyak didominasi rumah panggung sehingga bagian bawahnya biasa digunakan sebagai tempat untuk menenun sarung bagi para perempuan. Jika anda mengunjungi beberapa rumah orang-orang Mandar di kabupaten Majene atau Polewali Mandar maka anda akan menemukan beberapa perangkat tenun tradisional yang disimpan rapi lengkap dengan alat-alat bantu untuk mengolah benang sutera. Bukan hanya dikolong rumah, kadang ada juga yang meletakkan perangkat tenunnya di bagian ruang rumah, namun dominan mereka menempatkan pernagkat tenun di kolong rumah, beberapa pertimbangan digunakan untuk alasan kolong rumah lebih sejuk dibandingkan menenun diruang rumah.

Namun seiring dengan perkembangan zaman dan modernisasi yang terjadi maka tempat menenun tidak lagi terbatas di tempat-tempat tertentu saja, bahkan di ruang kecil, misalnya di kios depan rumah, aktivitas menenun juga bisa dilakukan, salah satu contoh adalah seperti yang terlihat di salah satu dusun di desa Laliko, kecamatan Campalagian, kabupaten Polewali Mandar, sembari menjual premium eceran di kios depan rumahnya, seorang ibu muda juga menenun sarung sutera, ketika ditanyai mengenai jenis corak/motif sarung apa yang ia buat, ia cuma menjawab “tak tahu apa nama sureqnya” Namun dari motifnya terlihat pola warna sarung sutera yang sangat cantik, lembut dengan paduan warna cokelat dan kuning gading.

Akivitas menenun sarung sutera masih dijalankan oleh perempuan-perempuan Mandar utamanya di kabupaten Polewali Mandar, untuk tinggalan budaya yang masih terwariskan, dapat kita lihat terjadi di kabupaten ini, dari sini kemudian jejak-jejak budaya sarung sutera Mandar masih dapat dilihat dengan jelas. Dari contoh diatas, ada banyak sureq atau motif yang lahir, dan penamaan sureq/motif sangatlah beragam, kadang si pembuat tak tahu apa nama sureq yang dibuat, ia hanya mengikuti pola yang telah dibuat dan dijadikan panduan oleh pengkonsep sureq sebelumnya. Penamaan sureq juga beragam, biasanya mengikuti trend mode yang ada saat ini, mulai dari inspirasi kegiatan-kegiatan kebudayaan seperti “sandeq race” sehingga memunculkan sureq sandeq, trend lagu-lagu modern, tokoh tokoh yang sedang terkenal, dan trend mode pakaian terbaru.

Terlepas dari variasi sureq sarung sutera Mandar maka terdapat dua sureq klasik dan pakem yang dikenal, kedua sureq itu adalah “sureq salaka” dan “sureq padzadza” sureq salaka merupakan motif sarung dengan warna dasar dominan hitam, dengan corak kotak-kotak, biasanya sureq ini digunakan saat acara-acara kematian atau peringatan yang berhubungan dengan kejadian kesedihan di suku Mandar, lalu yang kedua adalah “sureq padzadza” motif sarung sutera Mandar dengan warna dasar merah dan corak kotak-kotak vertikal serta horizontal. Penggunaan sureq padzadza sendiri lebih fleksibel, biasanya digunakan untuk acara-acara tradisi pernikaha, syukuran, dan akikahan. Kedua sureq ini adalah sureq legenda yang jadi khas motif sarung yang dibuat oleh orang-orang di suku Mandar.

Budaya menenun sarung sutera di suku Mandar boleh dikatakan semakin menurun, gempuran produk sarung yang lebih praktis mendorong matinya produksi sarung, harga bahan benang sutera asli jugatidak sedikit mengurangi produksi sarung sutera asli, sementara rentang keuntungan yang diperoleh para penenun sarung sutera tidak banyak, para penenun hanya banyak menghabiskan waktu dan tenaga untuk membuat sarung, namun tingkat keuntungan tidak mencukupi, karena itu saat ini banyak penenun yang enggan menenun sarung sutera lagi, mereka lebih banyak melakoni pekerjaan yang lebih mendatangkan keuntungan dari sisi ekonomi.

Hasil tenunan sarung sutera Mandar yang berdedar di pasaran kini terbuat dari dua jenis bahan benang sutera, pertama adalah bahan dengan benang sutera asli dan yang kedua adalah bahan benang sutera imitasi, benang sutera asli adalah benang yang diperoleh dari penangkaran ulat yang menghasilkan benang sutera yang kuat, dengan pengolahan hingga berhari-hari, termasuk proses memintal, mewarnai, dan membuatnya dalam helaian kelompok benang sutera yang siap untuk ditenun. Sementara benang sutera imitasi adalah yang diperjual belikan di pasar-pasar tradisional dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan benang sutera asli. Mudah membedakan sarung sutera yang menggunakan benang sutera asli dan benang sutera imitasi, yang asli akan memberikan efek dingin di saat cuaca sedang panas, dan efek panas disaat cuaca yang dingin, sementara untuk benang sutera imitasi di saat cuaca panas maka sang pemakai sarung juga akan merasakan panas. Dari segi harga memang lebih murah tetapi dari kualitas cukup jauh.
Sarung sutera Mandar yang banyak beredar di pasaran saat ini lebih banyak menggunakan benang sutera imitasi, ini karena pilihan harganya yang murah dan terjangkau, mudah dimiliki oleh masyarakat dengan warna yang lebih beragam dan motif yang lebih bebas. Motif-motif sarung sutera Mandar seperti motif salaka dan padzadza cenderung monoton dan tidak bebas, karena itulah kemudian motif-motif yang lebih bebas dan keluar dari pakem salaka dan padzadza banyak diburu oleh konsumen penyuka sarung sutera.

Sulit memisahkan budaya penggunaan sarung sutera terutama di suku Mandar, Sulawesi Barat, budaya mengenakan sarung terutama untuk acara-acara tradisi sudah dianggap sebagai sebuah kewajiban dan tradisi dalam menghargai sesama manusia, bersarung sutera adalah bukti dan perlambang kesopanan dalam menghargai tamu dan menghormati sang tuan rumah pemilik hajatan. Bahkan, dahulu sarung sutera Mandar mencerminkan status sosial seseorang, apakah ia keturunan, raja, bangsawan, atau orang biasa, dahulu terdapat motif atau sureq yang hanya bisa dikenakan oleh kalangan-kalangan tertentu saja.

Budaya menenun sarung sutera di daerah Mandar, Sulawesi Barat jika dilihat dari sisi modernitas dan motif ekonomi mungkin akan ketinggalan dan tidak menguntungkan, tetapi dibalik itu ada tradisi turun temurun, nilai-nilai kesabaran, ketelatenan, ketelitian, dan kreatifitas yang diasah untuk para perempuan yang melakukan aktivitas menenun, ada jejak aktivitas budaya leluhur yang penuh dengan nilai-nilai tradisi kental yang tampak ketika menenun dijalani oleh perempuan Mandar.

Sumber : http://www.tommuanemandar.com

0 komentar:

Posting Komentar